Sejarah Desa Petarangan
Alkisah pada jaman dahulu kala ada seorang Wali dari Timur disertai para abdinyayang sedang melakukan perjalanan ke Barat dengan membawa ayam. Namun ditengah perjalanan ayam kesayangannya lepas dari genggaman sang Wali. Oleh Wali dan Abdinya, ayam itu dikejar sampai suatu Grumbul yang kecil. Setelah dicari beberapa saat ayam ditemukan diatas pohon. Kemudian Wali melempari ayam itu dengan batu, namun batu itu tersangkut di pohon sehingga ayam kesayangannya terbang ke arah Barat Daya, akhirnya Wali dan abdinya mengejar kembali. Namun sebelum mengejar ayamnya Wali menamai Gumuk itu dengan "GUMUK MENCIL". Sang Wali dan Abdinya terus mencari ayam tanpa mengenal lelah. Sampai Sang Wali dan Abdinya tiba di suatu tempat yang cukup gersang, Sang Wali bertemu dengan seseorang untuk sekedar minta air minum, namun orang tersebut tak mempunyai air sedikitpun. Akhirnya Sang Wali memberikan ipat-ipat (disepatani) kalau orang Pribumi asli tidak mempunyai kecukupan sandang pangan. Sang Wali juga memberi tanda tersebut yaitu "KETANDAN". Kemudian Sang Wali melanjutkan perjalanan mencari ayamnya, sampailah pada Grumbul yang dikelilingi oleh tanah pegunungan. Disini Sang Wali mencari ayam dari Barat sampai ke Timur dan dari Utara sampai ke Selatan. Pada akhirnya Sang Wali memberi tanda Grumbul ini yaitu "PETARANGAN". Oleh penghuni pada waktu dibabad oleh Embah Anggapati sehingga yang tadinya Grumbul Pohon Besar kemudian menjadi suatu daerah yang dapat dihuni, yang memimpin pembuatan bernama Embah Surasembada. Hari demi hari pengikut Embah Anggapati dan Embah Surasembada semakin bertambah sehingga tiba waktunya tutup usia dari kedua Embah tersebut. Kemudian oleh penduduk di "PEKUBURAN SIBATUR". Kuburan tersebut diambil dari petilasan yang mempunyai bentuk pondasi rumah. Kuburan tersebut ditempati keluarga Embah yaitu Kuburan Embah Anggapati, Kuburan Embah Surasembada dan Petilasan Embah Agung. Hingga kini masih dipepetri oleh masyarakat Desa Petarangan.